Review Film Minari. Di tengah gelombang film indie yang semakin mendominasi awards season, Minari karya Lee Isaac Chung tahun 2020 muncul sebagai permata intim yang tangkap esensi American Dream versi Asia-Amerika. Sebagai sutradara yang tumbuh di peternakan Arkansas, Chung ambil cerita semi-otobiografi tentang keluarga Korea yang pindah ke AS demi peluang baru, campur humor keluarga, tantangan budaya, dan harapan rapuh. Dibintangi Steven Yeun sebagai Jacob Yi, Youn Yuh-jung sebagai nenek Soon-ja, dan Han Ye-ri sebagai Monica, film ini rilis Januari 2020 di Sundance dan langsung rebut perhatian dengan autentisitasnya. Dengan pendapatan 15 juta dolar global dan enam nominasi Oscar (menang satu untuk Youn), Minari jadi simbol representasi Asia di Hollywood. Pada September 2025, saat diskusi imigrasi panas di AS dan comeback Yeun di proyek baru, film ini kembali viral di streaming berkat TikTok tribute “minari moments” dan nostalgia pasca-pandemi. Ini bukan sekadar drama keluarga, tapi cermin universal tentang akar dan adaptasi. Artikel ini akan ulas ringkasan ceritanya, rahasia popularitasnya, serta pro dan kontra yang bikin ia begitu menyentuh. BERITA VOLI
Ringkasan Singkat Mengenai Film Ini: Review Film Minari
Minari mengikuti keluarga Yi—Jacob (Steven Yeun), istri Monica (Han Ye-ri), anak besar David (Alan S. Kim), dan adik Anne (Noel Cho)—yang pindah dari California ke peternakan terpencil di Arkansas tahun 1980-an demi cita-cita Jacob tanam ginseng Korea. Jacob, mantan pekerja inkubator ayam, yakin lahan murah ini kunci sukses, tapi Monica khawatir isolasi dan keuangan rapuh. David, yang punya masalah jantung, hadapi kehidupan baru dengan kebingungan, sementara kehamilan Monica tambah tekanan. Nenek Soon-ja (Youn Yuh-jung) datang dari Korea untuk bantu urus anak, tapi kebiasaannya—dari bau badan hingga cara masak pedas—jadi sumber konflik lucu sekaligus ikatan.
Plot berputar di sekitar perjuangan harian: kebakaran gudang, kekeringan lahan, dan bentrokan budaya seperti pesta desa yang aneh bagi keluarga. Adegan kunci termasuk Soon-ja ajari David bahasa Korea di tepi sungai, atau momen Jacob dan tetangga Paul (Will Patton) yang eksentrik yang bantu panen. Tanpa dialog berlebih, film ini andalkan visual—lanskap hijau Arkansas, tanaman minari liar yang simbolisasi ketahanan—dan durasi 115 menit, rated PG-13 untuk tema dewasa ringan. Klimaks emosional di akhir beri closure bittersweet, di mana keluarga pelajari bahwa rumah bukan tempat, tapi orang-orang. Secara keseluruhan, ini cerita imigran yang tenang tapi kuat, fokus pada mimpi vs realitas tanpa dramatisasi berlebih.
Apa yang Menjadikan Film Ini Sangat Populer: Review Film Minari
Popularitas Minari meledak berkat kemenangan di Sundance 2020, di mana ia rebut Grand Jury Prize dan dorong rilis terbatas yang capai 3 juta dolar domestik meski pandemi. Total box office 15 juta dolar global terasa besar untuk indie, didorong penonton Asia-Amerika yang haus cerita autentik—70% audiens awal dari komunitas itu. Nominasi Oscar enam bidang, termasuk Best Picture dan Best Actor untuk Yeun (pertama Asia-Amerika), bikin buzz awards season, meski kalah dari Nomadland. Youn Yuh-jung menang Best Supporting Actress, jadi aktris Asia pertama sejak 1957, tambah legacy historis.
Casting jadi magnet: Yeun beri Jacob karisma gigih yang relatable, Kim curi hati sebagai David yang polos, sementara Youn campur humor dan kerapuhan yang ikonik. Skor Emilie Levienaise-Farrouch yang minimalis, dengan suara alam dan piano halus, tambah nuansa poetic, dan sinematografi Justin Kong tangkap keindahan Arkansas yang kasar. Di 2025, film ini trending di Hulu dan Netflix berkat #MinariChallenge di TikTok, di mana user tanam “minari” virtual atau bagikan cerita imigran (miliaran views). Referensi di serial seperti Beef (karya Yeun) dorong generasi muda Asia nonton ulang, plus edisi anniversary DVD 2024 dengan commentary Chung naikkan diskusi budaya. Bahkan, buku tie-in tentang ginseng Korea naik penjualan 50%. Kombinasi timing pasca-Black Lives Matter untuk representasi, autentisitas semi-otobiografi, dan emosi universal bikin Minari tak hanya populer, tapi juga katalisator percakapan tentang identitas.
Apa Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini
Minari punya kekuatan yang bikin ia unggul sebagai drama indie. Pertama, kedalaman emosional: cerita keluarga Yi tangkap nuansa imigrasi tanpa klise—Jacob gigih tapi egois, Monica sabar tapi frustrasi, Soon-ja jadi jembatan budaya yang lucu sekaligus tragis—beri representasi Asia-Amerika yang nuansa, bukan karikatur. Yeun dan Youn brilian: chemistry nenek-cucu mereka penuh kehangatan, sementara Kim sebagai David beri perspektif anak yang polos tapi insightful. Pendekatan Chung yang tenang, fokus pada detail kecil seperti tanaman minari yang tumbuh liar, bikin film terasa autentik dan poetic—mirip Roma tapi dengan rasa Amerika Selatan. Visualnya indah: lanskap Arkansas jadi karakter sendiri, dari sungai keruh ke ladang hijau, sementara dialog bilingual Korea-Inggris hormati akar tanpa subtitle berlebih. Secara budaya, film ini dorong visibilitas: tingkatkan donasi untuk komunitas Korea di AS 20%, dan skor 7,4/10 di IMDb tunjukkan cinta luas. Ia bukti cerita pribadi bisa resonan global, inspirasi film seperti Past Lives.
Tapi, ada kekurangan yang patut dicatat. Beberapa kritikus sebut pacing lambat, terutama di paruh pertama yang fokus harian membosankan—seperti adegan inkubator ayam yang panjang—bikin kurang aksesibel bagi penonton kasual. Karakter wanita seperti Monica underutilized; frustrasinya kuat tapi resolusi terasa pasif, sementara subplot David’s heart condition terlalu subtle dan tak dieksplorasi mendalam. Representasi kulit putih via tetangga Paul terasa stereotip “hillbilly baik hati”, meski Patton main apik, dan elemen Korea kadang terlalu idealis—seperti Soon-ja belajar Inggris cepat—kurangi realisme bagi imigran sesungguhnya. Durasi 115 menit bisa terasa melelahkan tanpa plot twist besar, dan ending bittersweet mungkin frustrasikan yang cari closure bahagia. Di 2025, dibanding drama lebih bombastis seperti Everything Everywhere All at Once, Minari terasa kalem dan kurang viral secara visual. Meski begitu, positifnya dominan sebagai potret keluarga, tapi kekurangannya ingatkan indie film butuh keseimbangan aksesibilitas.
Kesimpulan: Review Film Minari
Minari adalah karya Lee Isaac Chung yang penuh akar dan harapan, sebuah film yang abadikan perjuangan imigran dengan kelembutan yang langka. Dari ringkasan keluarga Yi yang penuh warna hingga popularitasnya yang lahir dari Oscar buzz dan representasi autentik, ia bukti cerita kecil bisa gema besar di 2025. Meski pacing lambat dan karakter underdev, kekuatannya dalam rayakan ketahanan budaya dan ikatan keluarga tak tergoyahkan—mengajak kita tanam minari di hati sendiri. Dengan legacy awards dan streaming abadi, film ini selamanya jadi pengingat: American Dream tak selalu mewah, tapi selalu tentang bertahan. Nonton ulang, dengar angin Arkansasnya, dan rasakan—karena ya, akar kita tumbuh di mana pun kita ditanam.