Review Dari Film Sakaratul Maut. Sakaratul Maut (2024), disutradarai oleh Sidharta Tata dan diproduksi oleh Rapi Films, adalah film horor Indonesia yang menggabungkan elemen supranatural dengan drama keluarga yang kompleks. Dirilis pada 1 Agustus 2024, film ini dibintangi oleh Indah Permatasari, Della Dartyan, Jose Rizal Manua, dan Maryam Supraba, mengisahkan keluarga Pak Wiryo yang dihantui teror gaib di tengah konflik warisan. Terinspirasi dari pengalaman empiris sang sutradara, film ini mengeksplorasi tema kematian, khodam, dan dendam, dengan pendekatan yang lebih menonjolkan penceritaan daripada jumpscare. Artikel ini mengulas narasi, sinematografi, akting, serta kelebihan dan kekurangan Sakaratul Maut, yang menawarkan pengalaman horor yang berbeda dari film horor Indonesia pada umumnya. berita bola
Narasi: Drama Keluarga Berbalut Horor
Sakaratul Maut berpusat pada Pak Wiryo (Jose Rizal Manua), seorang tokoh terpandang di Desa Umbul Krida, yang mengalami kecelakaan tragis bersama istri pertamanya, Bu Wiryo (Retno Yuniwati). Bu Wiryo tewas, sementara Pak Wiryo koma dan sulit meninggal, diduga karena “pegangan” atau khodam gaib. Anak bungsunya, Retno (Indah Permatasari), menunda rencananya ke Surabaya untuk merawat ayahnya, dibantu kakaknya, Wati (Della Dartyan). Namun, konflik muncul ketika Wati berseteru dengan Tarjo (Aksara Dena), adik tiri dari pernikahan kedua Pak Wiryo dengan Bu Giyem (Maryam Supraba), memperebutkan warisan. Di tengah situasi ini, keluarga dihantui teror jin yang mengerikan, yang diyakini terkait dengan khodam Pak Wiryo. Narasi ini kuat dalam membangun drama keluarga, dengan plot twist berlapis yang mengejutkan, meski kadang membuat alur terasa kompleks dan membingungkan.
Sinematografi: Atmosfer Mencekam yang Familiar
Sinematografi Sakaratul Maut berhasil menciptakan suasana horor yang menegangkan dengan latar rumah tua dan pedesaan yang remang-remang. Pengambilan gambar oleh Edi Santoso menonjolkan detail seperti ekspresi ketakutan para karakter dan properti khas desa, seperti furnitur kayu tua, yang memperkuat nuansa mistis. Desain hantu, yang terinspirasi dari cerita rakyat dan sketsa Sidharta Tata, tampil menyeramkan meski tidak terlalu inovatif. Adegan gore, seperti kayu yang menancap di tubuh Retno, menambah intensitas, tetapi jumpscare cenderung mudah ditebak karena penggunaan teknik panning yang berulang. Pencahayaan redup dan skoring yang mendukung membantu membangun ketegangan, meski beberapa penonton mungkin merasa formula horor pedesaan ini sudah usang.
Akting: Penampilan Solid dengan Chemistry Kuat
Indah Permatasari sebagai Retno menonjol dengan akting emosional yang autentik, terutama dalam adegan laga berisiko tinggi dan momen-momen dramatis saat menghadapi teror gaib. Della Dartyan sebagai Wati juga menampilkan performa kuat, dengan chemistry yang terasa nyata saat bertengkar dengan Tarjo (Aksara Dena), mencerminkan konflik keluarga yang relateable. Jose Rizal Manua sebagai Pak Wiryo memberikan kesan misterius meski sebagian besar berperan dalam kondisi koma. Maryam Supraba dan aktor pendukung seperti Landung Simatupang (Syafaat) menambah kedalaman pada dinamika keluarga. Chemistry antar pemain, terutama dalam adegan konflik warisan, menjadi salah satu kekuatan film ini, meski beberapa dialog terasa klise.
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Sakaratul Maut terletak pada penceritaannya yang kaya, mengangkat isu sosial seperti perebutan warisan, gosip desa, dan konsekuensi ilmu gaib, yang relevan dengan masyarakat Indonesia. Plot twist berlapis, seperti rahasia di balik khodam dan dendam istri Pak Wiryo, menambah daya tarik, membuat film ini lebih dari sekadar horor biasa. Namun, kelemahannya adalah alur yang terasa lambat dan terlalu padat dengan plot twist, yang kadang membingungkan penonton tentang pesan utama film—apakah tentang kematian, dendam, atau warisan. Jumpscare yang mudah ditebak dan formula horor pedesaan yang usang juga mengurangi kebaruan. Meski begitu, elemen gore dan drama keluarga tetap membuat film ini menghibur.
Relevansi dan Dampak: Review Dari Film Sakaratul Maut
Sakaratul Maut menawarkan perspektif unik dengan mengangkat tema khodam dan sakaratul maut, yang jarang dieksplorasi dalam horor Indonesia. Film ini relevan karena menyentuh isu sosial seperti konflik keluarga dan dampak gosip, yang masih umum di masyarakat pedesaan. Dengan durasi sekitar 110 menit, film ini berhasil menyeimbangkan horor dan drama, meski ritmenya lambat di beberapa bagian. Keberhasilan Sidharta Tata dalam Waktu Maghrib (2023) terlihat dalam pendekatan emosionalnya, tetapi Sakaratul Maut terasa lebih ambisius dengan narasi yang kompleks. Film ini mendapat respons positif dari penonton, dengan skor rata-rata 6.8/10, menunjukkan daya tariknya meski tidak sempurna.
Cara Menikmati Film Ini: Review Dari Film Sakaratul Maut
Untuk menikmati Sakaratul Maut, tontonlah bersama teman atau keluarga untuk merasakan ketegangan dan berdiskusi tentang plot twist-nya. Fokus pada detail cerita dan akting para pemain, terutama dalam adegan drama keluarga. Hindari ekspektasi jumpscare berlebihan, karena kekuatan film ini ada pada narasi dan emosi. Pastikan menonton di bioskop resmi atau platform streaming legal untuk pengalaman terbaik.
Penutup: Review Dari Film Sakaratul Maut
Sakaratul Maut adalah film horor yang solid dengan pendekatan berbeda, memadukan teror gaib dengan drama keluarga yang kental. Akting kuat dari Indah Permatasari dan Della Dartyan, ditambah sinematografi yang mencekam, menjadikan film ini tontonan yang menghibur meski tidak revolusioner. Plot twist yang berlapis dan tema sosial yang relevan adalah kekuatannya, meski alur lambat dan formula horor yang usang menjadi kelemahan. Bagi penggemar horor yang mencari cerita dengan kedalaman emosional, Sakaratul Maut layak ditonton untuk merasakan perpaduan ketegangan dan refleksi tentang kemanusiaan dan konsekuensi perbuatan.