Review Film Argo. Di akhir September 2025, saat ketegangan geopolitik kembali jadi headline dan festival film seperti Venice Film Festival usai soroti drama sejarah, Argo (2012) karya Ben Affleck kembali mencuri perhatian. Film thriller politik ini, yang diadaptasi dari kisah nyata krisis sandera Iran 1979, masih relevan di platform streaming seperti Netflix dan HBO Max, terutama setelah perayaan 13 tahun rilisnya memicu diskusi di X dan maraton retrospektif di bioskop indie. Dengan rating 96% di Rotten Tomatoes dari 364 ulasan dan skor 7.7/10 di IMDb dari lebih dari 640 ribu suara, Argo bukan hanya sukses komersial—raup $232 juta global dari budget $44,5 juta—tapi juga sapu tiga Oscar, termasuk Best Picture. Di 2025, tema intrik CIA dan diplomasi di bawah tekanan terasa kian dekat dengan isu global saat ini. Postingan X soal “film sejarah underrated” sering sebut Argo dengan ratusan like, bikin ini waktu pas untuk ulas ulang thriller cerdas yang campur ketegangan nyata dengan humor Hollywood. BERITA BASKET
Apa Sinopsis dari Film Ini: Review Film Argo
Argo ceritakan misi rahasia CIA untuk selamatkan enam diplomat AS yang terjebak di Teheran selama krisis sandera Iran 1979. Film dibuka dengan penyerbuan Kedutaan AS oleh massa revolusioner, menyisakan enam pegawai yang kabur dan bersembunyi di rumah Duta Besar Kanada. Masuk Tony Mendez (Ben Affleck), agen CIA spesialis ekstraksi, yang usul rencana gila: menyamar sebagai kru film Kanada yang syuting sci-fi fiktif berjudul Argo di Iran untuk selundupkan keenam “sandera” keluar. Bersama produser Hollywood Lester Siegel (Alan Arkin) dan supervisor John Chambers (John Goodman), Mendez ciptakan cover story lengkap dengan poster, naskah, dan artikel palsu di Variety.
Cerita berpusar pada eksekusi rencana berisiko ini: dari casting aktor palsu hingga lobi izin syuting di pasar Teheran yang kacau. Ketegangan memuncak saat Mendez dan keenam diplomat—bermain sebagai kru film—hadapi interogasi bandara dan kejaran milisi Iran, dengan waktu menipis sebelum CIA batalkan misi. Durasi 120 menit, film ini campur fakta sejarah dengan dramatisasi Hollywood: pacing cepat, visual 70-an grainy yang autentik, dan dialog tajam penuh humor gelap. Meski akhirnya ungkap twist nyata—rencana hampir gagal karena krisis internal CIA—fokusnya tetap pada keberanian dan kecerdikan manusia di bawah tekanan. Di 2025, sinopsis ini masih bikin deg-degan: operasi mata-mata yang absurd tapi nyata, seperti keluar dari novel Tom Clancy.
Mengapa Film Ini Sangat Populer: Review Film Argo
Argo meledak saat rilis 2012, menang Best Picture Oscar, Best Adapted Screenplay, dan Best Film Editing, plus tujuh nominasi lain, termasuk Best Supporting Actor untuk Arkin. Grossing $136 juta di AS dan $96 juta internasional, film ini bukti daya tarik global, raih Golden Globe dan BAFTA untuk Best Picture juga. Kritikus seperti Rolling Stone puji “ketegangan yang bikin keringat dingin”, sementara Metacritic beri skor 86/100, sebut ia “smartly crafted historical drama”. Di 2025, popularitasnya bangkit berkat streaming: Netflix laporkan jutaan views tahunan, dan thread X soal “best political thrillers” sering sebut Argo dengan 400+ like.
Kesuksesan Argo datang dari perpaduan unik: kisah nyata yang aneh tapi menegangkan, ditambah humor Hollywood yang ringan—seperti lelucon Siegel soal “Argo fuck yourself” yang ikonik. Cast bintang seperti Affleck, Arkin, dan Goodman, plus penampilan solid Bryan Cranston sebagai bos CIA, bikin karakter terasa hidup. Relevansi di 2025 kian kuat: isu diplomasi gagal dan ketegangan Timur Tengah cerminkan berita terkini, bikin penonton renung soal kebenaran vs. narasi. Retrospektif di festival seperti Toronto September ini, plus wawancara Affleck soal “pengaruh Argo pada dokumenter modern”, tambah hype. Bagi penonton baru, ini seperti pelajaran sejarah yang seru; bagi fans lama, ini nostalgia thriller cerdas yang tak pernah usang.
Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini
Argo unggul di banyak aspek, bikin ia landmark thriller politik. Positif terbesar adalah penyutradaraan Affleck: ia jaga keseimbangan antara ketegangan mata-mata dan satir Hollywood, dengan pacing ketat yang bikin 120 menit terasa singkat. Sinematografi Rodrigo Prieto tangkap estetika 70-an—grainy, warna pudar—tambah autentisitas, sementara musik Alexandre Desplat tingkatkan degup jantung di adegan bandara. Performa ensemble luar biasa: Affleck sampaikan kecemasan Mendez dengan tatapan kosong, Arkin dan Goodman bawa tawa tanpa leletkan drama. Akurasi sejarah, meski didramatisasi, solid—dokumentasi CIA yang dirilis 1997 konfirmasi inti cerita. Tema keberanian dan manipulasi media terasa relevan di 2025, saat misinformasi jadi isu besar, bikin Argo lebih dari sekadar hiburan—ia ajak tanya soal etika dalam krisis.
Tapi, ada kekurangan. Beberapa kritikus 2012, dan ulasan X 2025, sebut dramatisasi berlebihan di klimaks bandara—fakta sejarah tunjukkan ekstraksi lebih mulus, bikin adegan kejaran terasa “Hollywood banget”. Peran Kanada dalam misi nyata diremehkan: Duta Besar Ken Taylor, yang lindungi sandera, kurang dapat spotlight, picu kritik dari penonton Kanada. Representasi Iran juga menuai debat: meski tak sepenuhnya vilifikasi, beberapa karakter revolusioner terasa stereotipikal, kurang nuansa untuk standar 2025 yang sensitif budaya. Karakter pendukung seperti sandera wanita juga kurang dieksplor dibanding Mendez. Meski begitu, kekurangan ini tak hapus pesona utama—film ini tetap thriller kelas satu yang bikin penonton terpaku.
Kesimpulan
Argo tetap jadi masterpiece thriller politik yang satukan fakta dan fiksi dengan cerdas, lewat sinopsis mendebarkan, popularitas abadi, dan keseimbangan kekuatan yang nyaris sempurna. Di 27 September 2025, saat buzz festival dan streaming memuncak, film ini ingatkan kita bahwa kebenaran kadang perlu topeng Hollywood untuk selamat. Jika kamu belum tonton atau ingin nostalgia, buka Netflix sekarang—Mendez dan Argo siap bawa kamu kabur dari Teheran, satu rencana gila dalam satu waktu.