review-film-pengabdi-setan-2-communion

Review Film Pengabdi Setan 2: Communion

Review Film Pengabdi Setan 2: Communion. “Pengabdi Setan 2: Communion” terus jadi pembicaraan hangat di kalangan penggemar horor, meski sudah tiga tahun sejak rilisnya pada Agustus 2022. Disutradarai Joko Anwar, film berdurasi 119 menit ini melanjutkan kisah keluarga Suwono yang dulu lolos dari kutukan ibu mereka yang jadi pengabdi setan. Kali ini, teror berpindah ke rumah susun kumuh di Jakarta, di mana ritual komuni gelap mengancam nyawa baru. Dibintangi Tara Basro sebagai Rini yang berjuang sebagai perawat, cerita ini campur aduk antara suspense lambat dan ledakan kengerian, dengan rating rata-rata 6.7 di platform global. Di tengah banjir sekuel horor, film ini unggul karena tak bergantung jumpscare murahan, tapi bangun atmosfer yang bikin penonton gelisah sepanjang malam. BERITA BASKET

Sinopsis yang Mencekam di Balik Dinding Rusun: Review Film Pengabdi Setan 2: Communion

Beberapa tahun setelah tragedi keluarga, Rini, Toni, dan Bondi pindah ke rumah susun sederhana bersama Bapak yang lumpuh. Kehidupan mulai tenang, tapi bayang-bayang masa lalu muncul saat wabah misterius menewaskan tetangga demi tetangga. Rini, kini perawat di rumah sakit setempat, curiga ada ritual komuni setan yang melibatkan korban-korban tak berdosa. Penampakan ibu mereka kembali, kali ini dengan pasukan pengikut yang haus darah, memaksa keluarga bersatu melawan kutukan yang tak kunjung usai. Twist soal identitas korban dan pelaku ritual menambah lapisan misteri, meski beberapa pertanyaan sengaja dibiarkan menggantung untuk bayang-bayang sekuel. Sinopsis ini tak hanya soal hantu, tapi kritik halus pada kemiskinan urban dan keputusasaan yang lahir dari janji gelap.

Performa Aktor yang Menggigit Jiwa: Review Film Pengabdi Setan 2: Communion

Tara Basro sebagai Rini tampil prima, membawa beban emosional seorang kakak yang jadi tulang punggung keluarga sambil hadapi trauma. Ekspresinya saat konfrontasi dengan masa lalu terasa mentah, membuat penonton ikut merinding. Bront Palarae sebagai Bapak memberikan kedalaman, mengubah sosok ayah lemah jadi pahlawan rapuh dengan dialog minim tapi penuh bobot. Endy Arfian dan Nasar Anuz sebagai Toni dan Bondi dewasa menonjol di adegan aksi, meski chemistry saudara mereka kadang terasa dipaksakan. Pemeran pendukung seperti Egy Fedly dan Jourdy Pranata menambah intensitas dengan peran misterius, sementara anak-anak baru seperti Muzzaki Ramdhan curi perhatian di momen-momen polos yang kontras dengan horor. Secara keseluruhan, para aktor ini sukses ciptakan rasa nyata, di mana ketakutan bukan dari efek spesial, tapi dari kerapuhan manusia.

Produksi dan Isu Sosial yang Tajam

Joko Anwar naik level di penggarapan visual: sinematografi memanfaatkan koridor sempit rusun untuk ciptakan klaustrofobia, dengan cahaya redup dan bayangan panjang yang bikin setiap sudut terasa hidup. Musik latar bergaya orkestra gelap bangun ketegangan pelan, tanpa bergantung suara tiba-tiba berlebih. Editing rapi, meski paruh pertama agak lambat untuk setup karakter, dan adegan gore di akhir terasa brutal tapi fungsional. Film ini soroti isu sosial era Orde Baru yang kelam—penembakan misterius, kemiskinan, dan ritual sesat sebagai metafor ketakutan kolektif. Berbeda dari sekuel horor biasa, “Communion” tak lupa akar budaya lokal, dengan elemen mistis Jawa yang autentik tapi universal. Minusnya, beberapa subplot terasa overcrowded, membuat klimaks kurang meledak seperti harapan.

Kesimpulan

“Pengabdi Setan 2: Communion” adalah sekuel yang berani dan matang, melanjutkan warisan horor Indonesia dengan cerita yang lebih dalam meski tak sempurna. Kekuatannya ada di atmosfer mencekam dan performa solid, meski pacing lambat dan akhir menggantung sempat bikin frustrasi. Tiga tahun kemudian, film ini masih direkomendasikan untuk marathon horor keluarga, terutama bagi yang suka suspense yang bikin mikir. Ia ingatkan bahwa setan tak selalu di luar sana—kadang, ia bersemayam di janji yang kita buat demi bertahan hidup. Cocok ditonton ulang di malam hujan, tapi jangan sendirian; siapa tahu, ritual komuni selanjutnya justru di rumah susun terdekat.

BACA SELENGKAPNYA DI…

More From Author

review-film-perahu-kertas

Review Film Perahu Kertas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LINK ALTERNATIF: