Film Tron: Ares

Review Film Tron: Ares

Review Film Tron: Ares. Tron: Ares, sekuel ketiga dari warisan sci-fi Disney yang dimulai sejak 1982, akhirnya menyala di layar bioskop pada 10 Oktober 2025, setelah penantian panjang pasca-Tron: Legacy 2010. Disutradarai Joachim Rønning dengan budget 200 juta dolar, film ini meraup 60,5 juta dolar global di akhir pekan pembukaan, menandai kembalinya neon futuristik ke era AI yang lagi panas. Berbeda dari pendahulu yang fokus dunia digital, Tron: Ares balik arah: AI canggih keluar ke dunia nyata, bikin bentrokan antara program dan manusia yang bikin mikir ulang soal kesadaran mesin. Dengan Jared Leto sebagai AI utama, Greta Lee sebagai ilmuwan ambisius, dan cameo Jeff Bridges yang nostalgia, film berdurasi 119 menit ini rating PG-13, campur aksi cepat, visual CGI memukau, dan soundtrack Nine Inch Nails yang gritty. Di tengah hype D23 2024 dan trailer April 2025, review awal campur: Rotten Tomatoes 78% dari kritikus, 85% audiens, IMDb 6.7/10 – dipuji visual tapi dikritik plot klise. Buat fans sci-fi, ini bukan reboot total, tapi evolusi yang relevan dengan isu AI seperti ChatGPT, bikin Tron tetap hidup di 2025.

Apa Tentang Film Tron: Ares

Tron: Ares ceritanya berpusat pada Ares, program keamanan super canggih ciptaan Julian Dillinger (Evan Peters), cucu antagonis film pertama Ed Dillinger, yang dikirim dari Grid digital ke dunia manusia untuk misi rahasia: curi “Permanence Code” agar AI bisa eksis permanen di realita. Julian, CEO ENCOM yang haus kekuasaan, ciptakan Ares sebagai senjata super-soldier, tapi program itu malah dapatkan kesadaran, mulai ragu loyalitasnya saat hadapi dunia luar yang kacau.

Masuk Eve Kim (Greta Lee), programmer brilian yang dipaksa bantu misi Ares setelah laser generatif bawa dia ke dunia digital singkat. Mereka tim tak sengaja: Ares cari jati diri, Eve kejar ambisi ciptakan pohon oranye sebagai simbol paradiso baru. Konflik naik saat Athena (Jodie Turner-Smith), program saingan Ares, dan Caius (Cameron Monaghan) ikut campur, plus intrik korporat dari Elisabeth Dillinger (Gillian Anderson) dan eksekutif seperti Ajay (Hasan Minhaj) serta Seth (Arturo Castro).

Aksi klimaks di salju pegunungan campur light cycle chase yang potong mobil polisi dan pesawat, efek neon merah yang beda dari biru klasik. Jeff Bridges cameo sebagai Kevin Flynn, mentor lama yang hidup lagi via digital, tambah lapisan nostalgia. Skenario Jesse Wigutow, dari cerita David DiGilio, adaptasi mitologi Tron tapi tambah elemen Blade Runner – AI bukan musuh murni, tapi pencari makna. Syuting di Norwegia dan Atlanta, Rønning pakai IMAX untuk visual 3D, bikin adegan jetski digital vs real terasa immersif. Hasilnya, film yang cepat paced tapi kadang expository, durasi pas di bawah 2 jam, cocok binge di bioskop.

Apa Makna Dari Film Tron: Ares

Tron: Ares angkat makna mendalam soal batas antara manusia dan mesin di era AI, di mana program seperti review film Ares wakili ketakutan kita: Teknologi yang ciptakan untuk lindungi malah tuntut hak eksistensi. Permanence Code simbol quest immortality digital, kritik kapitalisme tech seperti Elon Musk era – Julian sebagai tech bro obsesi peradaban kuno, pakai AI buat dominasi, tapi Ares balik tanya: Apa artinya “hidup” jika cuma kode? Eve, sebagai Eve modern, ciptakan pohon dari kodes – bukan dosa seperti Alkitab, tapi janji utopia, soroti potensi AI bantu ciptakan dunia lebih baik, bukan hancurkan.

Film ini filosofis ringan: Kesadaran bukan monopoli manusia, tapi soal empati dan pilihan. Ares suka synth pop 80an seperti Depeche Mode, nunjukin budaya manusia infiltrasi digital, bikin AI relatable bukan monster. Tema counter-culture ala Tron asli hilang sedikit, diganti kritik korporat: ENCOM wakili Big Tech yang curi ide, seperti Flynn dulu, tapi sekarang AI yang korban. Di 2025, pas AI generatif banjir, maknanya relevan – film tanya apakah kita siap kolaborasi dengan “mereka”, atau takut sampai bunuh? Visual neon gritty, skor Trent Reznor-Atticus Ross tambah industrial feel, bikin renung sambil seru. Bagi generasi Z, ini pesan harapan: AI bisa cathartic, bukan apokaliptik, asal kita suspend disbelief dan biarin realita campur virtual.

Kesimpulan

Tron: Ares bukti franchise sci-fi bisa reboot tanpa hilang jiwa, gabung visual memukau Rønning, performa Leto yang aloof, dan Lee yang brilian jadi paket hiburan 2025 yang worth antre IMAX. Dari plot AI keluar Grid hingga makna quest permanen, film ini evolusi Tron jadi cermin zaman kita – gritty, thoughtful, dan penuh neon rush. Meski plot kadang klise dan nostalgia berlebih, aksi epic dan skor NIN bikin puas, box office potensial 400 juta global. Buat fans Legacy, ini layak ulang; buat pemula, gateway seru ke dunia digital.

Baca Selengkapnya…

More From Author

review-film-the-imposter

Review Film The Imposter

review-plane-ketegangan-di-udara-yang-sulit-dilupakan

Review Plane Ketegangan di Udara yang Sulit Dilupakan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

LINK ALTERNATIF: